Senin, 31 Januari 2011

untittled pt.5

     Aku melangkah keluar dari kamar mandi. mataku melirik botol-botol perfume berbaris diatas sebuah meja panjang berwarna krem segar berdiri tegak di sudut ruangan. aku tertarik dengan salah satu dari mereka. sebuah botol kurus tinggi dengan penutupnya berbentuk kepala berambut lucu. organza dari Givenchy. isinya masih penuh. perfume ini pemberian dari Sam. ia rela menabung selama sebulan untuk membelikanku ini. dia sangat manis. kusemprotkan ke daerah hangat. karena perfume akan bereaksi jika terkena hangat tubuh. itu yang kubaca di majalah yang terbit beberapa bulan lalu. tak kusadari aku menangis. yeah, aku sangat merindukan Sam. beberapa tetes air mata membasahi handuk baju, tersamar dengan tetesan dari rambutku. yeah, aku tidak dapat membendung kesedihanku saat mengingat Sam.

"Clair, kau sudah siap?" terdengar teriakan dari balik pintu. 

"tidak, aku belum siap! aku akan segera kesana" balasku dengan teriak. 
aku segera menyeka air mata dan memilih baju yang akan kupakai nanti. 

"Clair, terlalu lama kau disana. apa yang kau lakukan?" kata Blair sambil mengetuk pintu. 

"Aku segera kesana Blair" tukasku dengan sedikit kesal. aku sedang ber make-up dan Blair hampir menghancurkan lukisan lipstikku. 

"uh baiklah" suaranya bergeming 

     Setelah selesai dengan make-up ku, aku keluar kamar bak seorang putri. oke, terlalu berlebihan. aku bergegas turun ke lantai bawah dengan dress ku yang menghalangi langkah lebarku. 

"angkat rok mu" bisik Alena tiba-tiba. 

"oh, tentu. terimakasih" aku langsung mengangkat rokku yang sangat panjang ini. aku memakai sebuah gaun putih yang indah dengan sepatu kaca bening. kau masih tidak percaya aku seperti seorang putri? kau salah besar. 

     suara mesin mobil terdengar hingga ke meja makan. aku duduk sendiri di antara kursi-kursi kosong lainnya. hanya beberapa pelayan menunggu di tiap sudut ruangan. aku menatap mereka dengan jeli. tapi tatapanku selalu berhenti pada seorang pelayan wanita paruh baya yang sepertinya tidak pernah kulihat sebelumnya. aku menyadari pandanganku tidak berpindah dari wanita tadi. dia terlihat takut saat membalas tatapanku. aku membalasnya dengan senyum. 

"oh putriku yang cantik" Ibu berteriak dari ambang ruangan ini. ia melebarkan tangannya menungguku mengisi ruang kosong disana. 

"ibu! aku telah merindukanmu selama ini" kataku sambil berlari dan membalas pelukannya. 

"begitupun aku nak. yaampun kau sudah sangat besar. berapa lama aku meninggalkanmu? oke, ini sekitar 5 bulan. kau tumbuh begitu cepat sayang" ia memelukku erat seraya mencium keningku beberapa kali. nadanya hampir melengking dan aku mendengar nada kebahagiaan di setiap kata nya.

     tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya, ibu tidak memakai baju formal seperti biasanya. hanya blazer hitam dan celana panjang hitam dengan syal bermotif bulu macan dan sebuah kacamata dior besar berwarna chestnut duduk di hidung lancipnya. 

"jadi, bagaimana hari kalian tanpa kami?" ibu memangku dagunya yang lancip di kedua punggung tangannya. 

"tidak ada yang spesial menurutku. hanya saja Sam..." jawabku sambil memperlambat tempo bicaraku. 

"ada apa dengan Sam?" ibu terdengar sangat penasaran. 

Blair memandangku tajam berharap aku tidak memberi tahu ibu atas apa yang sedang terjadi. 

"Sam..." 

"Sam menitipkan salam padamu, bu" potong Blair. 

"oh, sampaikan terimakasih padanya" tukas ibu bahagia. 

"ya jika aku bisa menemuinya" gumamku. 

"oh ya, bagaimana sekolah kalian?" tanya ayah tiba-tiba. 

"keren, yah! aku mendapatkan pelajaran di SMA" jawab Blair dengan nada yang sangat senang. 

"ayo yah, bu, silakan dinikmati hidangan ini. beberapa dari ini semua, resepku loh" Blair sepertinya bangga. huh, dasar Blair. 

"oh ya, aku hampir lupa. perbincangan ini begitu menarik" kata ibu sambil meneguk segelas wine didepannya. 

"yeah" jawabku singkat. 

"kau ini kenapa sayang? kau tidak terlihat seperti biasanya. kau ada masalah? ayo ceritakan pada ibu" raut wajah ibu yang tadi ceria berubah menjadi sangat khawatir. 

"eh? tidak. aku baik-baik saja. ibu hanya terlalu khawatir. mungkin ibu lelah?" aku menjawab dengan nada sangat jelas takut. aku hanya tidak mau menambah beban ibu yang baru datang dari Tokyo. aku mengerti pasti ibu sudah cukup lelah disana. 

"oh, baiklah nak. wow, udang apa ini? ini... sangat nikmat!" kata ibu dengan makanan memenuhi mulutnya dan disusul dengan tawaan di meja makan. 

     jujur, aku tidak pernah merasakan kehangatan ini selama hampir 5 bulan terakhir. dan ini momen yang paling hangat yang pernah terjadi. tapi sayangnya fikiranku tidak bisa mengatur diriku untuk ikut berbahagia sekarang. yeah, Sam masih menghantuiku. kejadian di pondok itu tadi sore, emosi nya yang tiba-tiba menjadi tidak terkendali, dan... semuanya. untuk kesekian kalinya otakku terpenuhi oleh dilemma yang tak terhingga. 

"Clairy, aku tahu mungkin menjadi murid SMA itu banyak rintangan dan masalahnya. aku pernah merasakannya. tapi hey, mengapa kau tidak mencoba bergabung dengan kegembiraan malam ini dan melupakan masalah-masalahmu?" 

dan yeah! perkataan ibu seakan menghantamku tepat di jackpot. ibu benar. mungkin aku bisa melupakan masalah ini untuk sementara. 

aku tersenyum hangat dan terhenyak di kursi ku.

"lihat adik kecilmu yang manis, Blair. sepertinya ia sudah bisa melupakan masalahnya. mari bersulang!" ibu tba-tiba berdiri sambil menyodorkan sebuah gelas wine kristal terisi wine. 

"untuk Clair" ayah ikut berdiri, disusul Blair. 

mereka menatap, seakan menungguku berdiri. 

"haha, ayolah. untuk Clair" dan kami berempat bersulang. 

untittled pt.4

     ketukan pintu memotong pembicaraan antara aku dan Alena. Alena bersegera bangun dari kursinya dan membuka pintu.

"oh silahkan tuan" Alena membungkukkan punggungnya yang kurus.

"terimakasih. aku tidak akan masuk. hanya ingin memberitahu sebentar lagi ayah dan ibu akan datang" Blair menatap tajam kearahku. dia tidak menatap Alena sedikitpun.

"oke, Blair. thanks" jawabku singkat.

     Blair menutup pintu dan meninggalkan kami. hey, dia tidak menanyakan apa yang sedang kubuat! yeah meski aku tahu itu sangat tidak penting. Alena  dan aku melanjutkan rajutan ini. sebuah sweater biru toska dengan hiasan sutera dan payet-payet kristal yang ditata-cukup-rapi didepannya. aku tidak terlalu  hebat untuk hal merajut. sungguh, aku butuh Sam, karena setiap aku ingin memberi rajutan pada siapapun, aku meminta Sam untuk membuatnya. karena aku trauma pada kejadian 2 tahun lalu saat aku memberi sebuah sweater lucu dengan gambar teddy bear didepannya untuk hadiah ulang tahun Blair. dan ini sangat memalukan saat Blair mengerahkan banyak tenaga saat memakai sweater itu. dan tidak hanya kerahnya yang terlalu kecil untuk kepalanya. ternyata sweater itu terlalu kecil di tubuhnya. dan tebak apa? sweater itu robek lebar. aku tidak mau keluar kamar dan menemuinya selama 3 hari hingga dia mendatangiku dengan biskuit dan coklat panas buatannya. aku tahu, dia memang jauh lebih baik daripada aku yang ceroboh ini.

     Tidak terasa waktu sudah berlalu cepat. dua jam setengah telah kami lewati. Sebuah Sweater lucu nan glam terbaring di ranjang seakan menyeringai kearahku menunggu siapa yang akan jadi pemiliknya. Alena dan aku tersenyum puas. tidak sia-sia kami buat kamarku berantakan seperti medan perang wol. kami mengedarkan bola mata dan memperhatikan sekitar. jarum-jarum dan potongan kain berserakan. Alena menarik nafas panjang sembari menatapku.

"aku akan merapihkanya nona" raut wajah putus asa tergambar di wajahnya. padahal dia sudah membuatkan ini semua untukku.

"tidak, kita akan merapihkannya" kataku sambil menepuk bantal.

"tapi Nyonya akan datang kurang dari 2 jam lagi. kau harus bersiap-siap" ia berusaha meyakinkan ku.

aku mengedarkan mataku ke seisi ruangan kamar yang luas ini. melirik ke setiap sudut dan mendapati ruangan ini sangat berantakan dan diluar dugaanku. aku bingung. pertama, selama ini aku tidak pernah membuat sweater dengan sampah yang begitu banyak. kedua, mungkin Alena benar, tapi aku merasa tidak enak.

"mungkin aku akan membantu sedikit saja" kataku sambil mengedipkan mata kananku.

Alena tersenyum lega. yeah, aku mengerti. meski kubantu sedikit, dia pasti akan senang karena bebannya terbantu.

kami pun membereskan kamar selama kurang lebih setengah jam.

"Alena, aku harus segera bersiap-siap sekarang"

"baiklah nona. umm, aku dengar terjadi sesuatu dengan... um... nona Sam?" katanya ragu sambil menepuki ranjangku.

langkahku terhenti didepan pintu kamar.

"kau tahu darimana?"

"aku hanya dengar desas desus saja, nona" gerakan Alena semakin melambat.

"oke, apa para pelayan yang lainnya bergosip lagi?" kataku sambil memutar badanku menghadap Alena.

"tidak tidak! aku hanya..." ia terdengar sangat gugup disusul dengan gumaman beberapa kalimat.

"baiklah, jika kau tahu sesuatu tolong beritahu aku. mengerti?" kataku sambil berkacak pinggang.

"uh, ok" Alena kembali merapikan ranjangku.


                                                                              ***

Minggu, 30 Januari 2011

untittled pt. 3

     aku berjalan perlahan menuju mobil ferrari hitam kakakku. dia menunggu didalam mobil dengan tuxedo hitam dan rambut yang ia sisir rapi kearah belakang. huh, kadang dia memang terlihat terlalu dewasa. tapi cocok denganku yang memakai dress merah dengan wedge shoes kayu dengan pita berwarna merah diatasnya beserta tas hermes. yeah, terkesan sangat glamour. tapi ini semua hadiah ulang tahun dari Blair dan kurasa ini cukup nyaman dipakai. kami pun akhirnya berangkat ke sebuah pusat perbelanjaan ternama di london ini. diperjalanan aku melihat pemandangan yang tidak biasanya kutemukan di kota. sepertinya dia mengambil jalan lain yang mungkin lebih cepat untuk sampai ke 'London Lipsty'.

     Akhirnya kami sampai di depan pintu sebuah mall yang cukup besar. berwarna putih tulang dengan pilar-pilar berdiri menopang langit-langit depan mall ini. jendela berukuran hampir sama dengan pintu, memamerkan orang-orang dengan pakaian mewah berbelanja didalamnya. kami berdua menginjakkan kaki kami didalamnya. banyak orang lalu lalang dengan tatapan kurang ramah pada kami. terutama para wanita tua dengan baju super mewah melapisi tubuhnya. ia mengangkat kepalanya tinggi-tinggi sambil melirik kearahku. aku menatapnya dengan tatapan hati-hati. tapi ia berlalu dengan kepala masih sangat terangkat. huh orang sombong. tanpa kusadari ternyata Blair sudah berada hampir 20 meter dari tempatku berpijak. dengan hati-hati aku berjalan kearahnya. yeah, aku kurang terbiasa dengan baju dan wedge ini.biasanya aku menggunakan t-shirt dan short pants dengan sneakers dan tas punggung daripada seperti ini. ini tidak biasa.

"menurutmu, apa yang harus kita lihat sekarang?" bisik Blair.

tunggu, dia tidak merencanakan apa yang harus kami lakukan sedari kami berangkat tadi?! mengapa ia tidak bilang? aku bisa memikirkannya saat di perjalanan menuju kemari.

"Blair, seharusnya kau tahu apa yang harus kita lakukan" bisikku setengah berteriak.

"maaf Clair. aku tidak sempat memberitahumu. aku sedang bingung. sekali lagi maaf, Clair" Blair terdengar memohon. ia sudah sering melakukan ini.

"oke, mungkin ibu tidak butuh baju atau apapun. apa kau akan setuju denganku jika kita belikan dia sesuatu yang tidak terlalu glamor seperti biasanya? seperti buatan kita sendiri?"

"maksudmu? tetapi kita hanya memliki beberapa jam untuk membuatkan sesuatu. aku tidak yakin ini akan cukup" wajahnya berubah menjadi agak cemberut.

"Blair," aku menepuk bahunya yang tinggi "pasti bisa. aku yakin. ayo kita beli beberapa bahan yang memungkinkan disini"

"memangnya kau hendak membuat apa?"

"kau tidak perlu tahu sekarang" kataku dengan senyum nakal.

"baiklah" ia menarikku ke beberapa rak dan menuju beberapa lantai hingga kami mendapatkan apa yang kami butuhkan-meski dia tidak tahu apa yang akan kubuat-dan kami pergi keluar mall itu dengan barang-barang yang memuaskan.

"Clair, aku tidak yakin atas apa yang hendak kau buat. beberapa meter kain flanel, sutera, beserta lem dan hal yang tidak masuk akal?" tanya Blair dengan ekspresi yang memancing tawaku.

Blair, kau tidak akan mengerti para gadis. haha" aku tertawa sedikit melengking. oke, mungkin aku cukup membuatnya takut.

Blair mulai menyalakan mobilnya dan mengeluarkannya dari parkiran.


     Ditengah perjalanan, Blair tiba-tiba menurunkan kecepatan mobil kami.
"lihat" seru Blair.

aku mencari-cari apa yang tengah dilihat Blair ditengah perbukitan seperti ini.

"itu! lihat itu Clair!"

"aku tidak tahu apa yang kau lihat, Blair!"

Blair merebut tangan kananku dan menunjukkannya kearah suatu pondok. dan aku tidak melihat apapun disana.

"Blair, itu hanya sebuah pondok tidak ada yang salah" kataku sambil mengangkat bahu.

"tidak! tadi ada sesuatu yang diseret kedalamnya"

"lalu? itu bukan urusan kita kan?" aku berusaha meyakinkannya.

"tentu itu urusan kita" ia membanting setir mobil dan memarkirkannya disamping jalan.

"kita tidak... ouch!" Blair menarik pergelangan tanganku ke arah pondok itu.

"menunduk!" Blair mendorong kepalaku untuk bersembunyi dibalik semak dekat pondok itu.

"ouch, kau ini kenapa Blair?! tidak biasanya kau begini" aku menarik tanganku dari genggamannya yang kuat.

"Blair, kau benar-benar keterlaluan kali ini" aku menunjukkan bekas berwarna merah melingkar di pergelangan tanganku.

"maaf Clair, tapi serius aku melihat seseorang seperti Sam! lihat!" ia menunjuk ke arah sebuah benda berkilau terpantul sinar matahari.
aku berjalan dengan posisi merunduk mendekati benda itu.

"benda ini" gumamku.

Blair melambaikan tangannya isyarat memanggilku untuk cepat kembali ke semak-semak.
tanpa menghabiskan banyak waktu, aku segera mendekati nya.

"ugh! ini emas pemberianku untuk Sam! ada apa ini?!" aku tidak bisa mengontrol emosi ku.

"kreek" suara pintu dari pondok itu terdengar sangat jelas. terlihat seorang pria botak dan wanita berkacamata merah keluar dari pondok itu. mereka memperhatikan sekitar dan langsung berlari pergi.

"Blair! ayo kita tolong Sam!" aku hampir teriak. hatiku bergejolak ketakutan.

"tidak! kita tidak bisa buru-buru seperti itu. banyak hal yang harus dipertimbangkan"

"ayo lapor polisi!" sergahku.

"tidak! kali ini kita tidak bisa membiarkan polisi campur tangan dulu. kita harus cari tahu semuanya dan memperjelasnya. karena kali ini belum tepat untuk memanggil polisi"

"Blair! Sam disana!" aku hampir menangis saat mengatakan namanya. Sam.

"kita harus memeriksanya" aku beranjak. namun Blair menarikku lagi.

"tidak. kita akan kembali besok! nanti malam ayah dan ibu akan datang. aku tidak ingin jam-jam yang ia luangkan untuk kita sia-sia, Clair! mengertilah" Blair mengenggam tanganku erat. matanya berkaca-kaca.

"baiklah. tapi janji ya besok kita kembali. tapi kau yakin kita tidak akan terlambat?"

"kau bisa membunuhku, Clair" kata-kata itu terdengar sangat meyakinkan.

aku mengangguk setuju.

kami pun kembali ke rumah dengan hatiku yang sangat tidak terkontrol. sangat berantakan dan bingung.


aku mendengar Blair berkata sesuatu. tapi aku tidak mengindahkannya aku tidak menjawab, aku masih memikirkan hal tadi

"Clair?" Blair  menyadarkan aku dari lamunan tadi.

"eh? ya ada apa blair?" tanyaku dengan wajah tidak berdosa.

"ugh,ngomong-ngomong, apa yang akan kau buat?" tanya Blair sambil mengancingkan lengan bajunya di tengah selasar rumah kami.

"oh iya aku lupa akan hal itu. baiklah, aku akan membuatnya sekarang. Alena, kemari" aku memanggil salah seorang pelayan rumahku.

"iya nona?" ia bergegas berlari kearah kami.

"bantu aku mengerjakan sesuatu diatas. Baiklah Blair, kami akan menyiapkannya. kau siapkan saja yang lain"

"tentu saja, Clairy" dan Blair pun meninggalkan kami.

"Alena, tolong kau jahitkan sebuah sweater dengan wol ini dan..." aku menjelaskan semua yang telah kurencanakan. aku tidak bisa membuatnya dengan tanganku sekarang. aku tidak tahu mengapa. padahal dulu Sam sering mengajarkan aku cara menjahit. baiklah, kali ini tolong jangan ingatkan aku tentang Sam. aku sedang tidak ingin membahasnya. Lebih baik sekarang aku ke kamar dan melihat Alena membuat sebuah sweater beserta beberapa assesori.

untittled pt. 2

secercah sinar menembus tirai kamarku yang berwarna jingga. dinding kamarku yang berwarna hijau toska bersinar, terpantul sinar pagi. terlihat siluet didepan tirai menghadap kearahku. mataku masih buram karena sinar matahari hari ini terlalu cerah. sepertinya itu Blair. ohya, aku belum menceritakan siapa itu blair?
Blair. dia adalah kakakku yang selalu mengerti aku. jarang seorang kakak laki-laki berumur 18 tahun mengerti aku, seorang gadis berusia 16 tahun yang umurnya tidak cukup jauh. kami sekolah di SMA yang sama. St. Mackerow 112 High School. dan orang didepan tirai itu benar Blair. ia mendekati ranjangku dan duduk disampingnya.

"bagaimana tidurmu?" tanya nya ramah.

"yeah, seperti biasa dan aku tidak mendapat mimpi apapun" jawabku dengan lemas
.
"coba ingat apa mimpimu tadi malam?"

"sepertinya aku melihat kelinci beserta rusa bermain dan harimau menghalau mereka" jawabku sambil tersenyum.
Blair tertawa saat mendengar ceritaku. mungkin ia tidak percaya aku bermimpi seperti anak TK yang baru saja diceritakan lullaby. tapi serius, aku tidak berbohong.

"ada apa?" tanyaku kesal.

"tidak. ayo cepat bangun. sarapan sudah menunggumu di meja makan" Blair beranjak dan menarikku bangun. tangannya yang dingin terasa menusuk di telapak tanganku. kami berlari menyusuri tangga yang besar. yeah, rumah kami tergolong cukup besar bagi 4 orang didalamnya dan beberapa pelayan. tapi orangtua kami jarang dirumah. jadi, Blair lah satu-satu nya yang mengerti aku.

"waw" aku melihat ke meja makan berbahan dasar kayu jati berwarna coklat tua dengan ukiran yang tidak bisa kujelaskan dikaki-kakinya. hampir puluhan makanan mereka-para pelayanku-hidangkan. aku hampir tidak bisa mempercayai ini. biasanya mereka hanya menyediakan beberapa makanan saja.

"mengapa kau terlihat terkejut, Clair?" tanya Blair dengan nada yang cukup formal. ini aneh.

"aku... tidak biasanya... err"

"jangan heran. kau lupa? ayah dan ibu akan datang kemari nanti malam. jadi, kita harus menyiapkan semuanya dari sekarang"

"tapi ini terlalu pagi. ini..." aku melirik jam dinding " ini masih pukul 6 pagi dan... jam berapa ibu dan ayah datang?"

"mungkin nanti malam pukul 8. mungkin juga mereka baru sampai bandara pukul 7" ia terlihat ragu dengan jawabannya.

"umm... kau tahu? itu terlalu malam sedangkan makanan hangat ini tidak akan cukup hangat pada pukul 8 malam nanti" jawabku. Blair tertawa kecil.

"kau lupa kemarin ada seorang salesman menawarkan sesuatu?" tanya Blair.

"yeah, seorang pria paruh baya dengan penampilan yang aneh menawarkan suatu barang. lalu apa?"

beberapa pelayan menghampiri meja dan menutup setiap hidangan dengan suatu mangkuk plastik transparan dan melemparkan senyum padaku. senyum lebar yang tiba-tiba.

"oke, mereka aneh" kataku sambil menatap Blair.

hening.

"hahahaha" tawa blair memecah kesunyian "itu barang yang kumaksud. barang itu bisa menjaga kehangatan makanan hingga kurang lebih 12 jam. sekarang cepat ke kamar mandi dan berpakaian yang bagus. kita akan beli sesuatu ke kota"

"kau kira kita dimana?" tanyaku sambil berjalan menuju arah tangga.

"maksudku, ah terserahlah" ia melambaikan tangannya sambil meninggalkan tempatnya tadi.

sambil berjalan, aku memikirkan apa yang telah kulakukan pada Sam. kurasa tidak ada salahnya aku memberinya sebuah lilin kecil beserta sebuah kalung emas dari denmark. apa yang salah? aku tidak memintanya untuk membayar atau melakukan sesuatu. memang aku melihat ekspresi wajahnya saat melihat hadiah dariku. tapi aku tidak tahu mana yang ia tuju? matanya seperti melihat kedua barang itu. aku benar-benar bingung karena tidak ada hal yang aneh saat itu. apa aku melewatkan sesuatu? tapi apa itu? kali ini fikiranku benar-benar dikuasai oleh jutaan pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan mudah. siapapun, tolong bantu aku.

untittled

"aku sudah mencoba untuk memberitahunya. tapi dia tidak bisa mengerti sedikit pun!" bentakku pada Blair. 
aku membenamkan wajahku di telapak tanganku. 

"kau yakin sudah berusaha meyakinkannya?" Blair merangkul pundakku yang kurus. 

"aku sudah mencoba menghubunginya tapi seperti yang kau tahu, ia hanya berkata 'apa' dan langsung menutupnya. ini menyakitkan saat kau kehilangan sahabatmu hanya karena masalah kecil" 

"kurasa tidak, Clairy. kau tentu sudah lama mengenal Sam, bukan? bukankah Sam tidak mudah marah? kau harus mengerti. mungkin dia sedang dilanda masalah sedang kau tidak mengetahuinya" 

"tidak mungkin. dia tidak pernah tertutup sebelumnya" 

"sayangnya kali ini dia tertutup" 

   Aku menghentikan tangisanku dan beranjak. aku menyadari mungkin saja apa yang dikatakan Blair. tapi apa? sepenting apakah hal itu sehingga ia harus merahasiakannya dariku? setahuku dia orang yang terbuka. ia menceritakan semuanya kepadaku. dari hal yang cukup rahasia seperti ukuran bra nya hingga hal yang sangat rahasia seperti pekerjaan ibunya selama ini dan masalah keluarganya. tapi apa itu? aku memutar otakku. 

"tidurlah dan mungkin kau akan dapat suatu petunjuk nanti. ini sudah terlalu larut" Blair memasang senyum hangatnya. 

kulirik jam dinding yang menggantung menunjukkan pukul 11 pm. yeah, ini sudah terlalu malam. aku membalas senyumannya dan menuju kamarku yang sudah gelap. aku hendak beranjak naik ke kasurku dan terlelap. 
                                                                                 

gue dan pizza

aaah gue agak bt nih ck. gue tadi minta nyokap pengen pizza. akhirnya dikasih juga deeh sama nyokap. gue mulai ketik nomor telepon buat order pizza. oke gue bilang pesanan gue dan disuruh nunggu sejam.

1 HOURS LATER

abang pizza datang dengan menenteng sekotak pizza dan salad dalam satu kantung plastik besar. gue pun menerimanya. si abang pizza pergi dan gue membuka pizza itu didalam.
ciiit suara tutup kotak itu berbunyi. daan apa yang gue dapatkan? pizza dengan topping sosis yang bertebaran. tapi hey!! bukan ini yang gue maksud!!! gue pun makan itu. but it's feel like... something idk. gue pun mencoba makan pizza itu gara" nyokap gue kan udah beliin. yampuuun serius bukan itu yang gue maksud mbak! hem, tapi gue harus abisin pizza itu. yeah, masih tersisa 3 slices lagi. sure, gue makan deh :') for you mom :') *ceilaah*

sebenernya gue lagi ga bergairah buat bikin cerita. tapi rame-ramein posting gapapa meureun? haha.
apa ya? udah lah sekeluarnya aja kali ya? minta saraan~

Minggu, 23 Januari 2011

today's experience

hey, long time not posting here. keasikan di blog lain sih ups.


well, hari ini tergolong hari yang nano nano banget sih sebenernya. besok tuh TO JSIT dan gue masih setengah" nih belajar math. ok fine, gue bakal belajar ko. ada banyak sih cerita hari ini yang bikin menyehehehuiaywiuhauershf beget haha. oke, let's start this lesson by basmalah *loh?




  • CERITA PERTAMA. JENGJEEEN
kejadian ini terjadi saat tadi gue lagi les renang tadi pagi sekali. kan banyak banget tuh anak anaknya. ada 2 anak kecil cowo sedang berbincang. yang satu tuh perawakannya kecil, lumayan langsat, dan ga tinggi" amat. dia lagi loncat-loncat di dalem kolam tapi sambil megang dinding. dan yang satu lagi perawakannya besar, tanned, dan mayan lah se kuping gue mungkin. tapi mereka masih pada bocah *OKE!! JANGAN BAHAS TINGGI! gue terlalu sensitif untuk itu* terjadilah suatu percakapan yang 'hasemene' banget kalau dalam kamus saraalifaburhan.

AK: anak kecil 
AB: anak besar 


Si AB tu lagi duduk bersila di atas sedangkan AK lg loncat" di kolam. 
tiba-tiba si AK bertanya dengan polos ke AB
AK: eh kamu beratnya berapa sih?
AB: aku... kamu dulu berapa
AK: aku sih berapa ya? 30 kilo an 
AB: ooh.. 
dia terdiam sejenak 
AB: beda 15kg
AK: berapa? 15 kilo? 
AB: bukan. 
gue yang daritadi masih nyender di tembok menunggu dia ngemeng berapakah beratnya. 
AK: 45 ya? 
AB: iya 
AK: ih sama kaya temen aku dong
AB: *hening* 
gue: *ih gela! gue aja yang udah kelas 3 smp beratnya masih 39an whatthe heck!? ni anak bikin gue envy! ohmaigot! yampun hebat banget nih yang ngasih makannya* 

dan gue pun berenang ke seberang dengan hati masih mengumpat.


  • CERITA KEDUA. TUTUUUUUT
kejadian ini terjadi kurang lebih 1 jam yang lalu. ade gue ini emang kaya gue sifatnya. kalau denger bahasa baru yang enak diomongin, pasti dia omongin terus. begini ceritanya 

A: ade gue 
G: gue 
N: nyokap. 

ade gue berjalan ngelilingin ruang tengah dengan bibir yang masih kumat kamit cenat cenut *loh?

A: impotensi. im po tensiiiii. impoten? si. impo impo tensi
G:*dikamar* ih apabanget deh *teringat apa itu maksud impotensi* 
N:apaan sih pan impotensi emangnya? 
A: itu loh maaah ti-piiiiiip-t 
G: HAHAHAHAHAHAHHAHAHAHAHA 
A:*diterusin* impotensi impotensi 
dan dia terus bercicit cuit menggonggong berkokok tu kata ajaib. 

G: pan, emang tau impot dari mana?  

gue yang seorang kakak so' taboo berkata IMPOTENSI. 

*eh dia malah nyanyi sambil  melompat-lompat gembira menjauhi diriku yg sedang posting ini*
A: you are... impotensi. you are impotensi

Gue sontak ngakak dalem hati. eh sarap! itu kan lagu 'you are the only exception' !! sejak kapan 'the only exception' berarti 'impotensi' ? yampun. secara harafiah maksud dia adalah.
'kau adalah ti-piiip-t' HAHAHAHA

setelah itu dia mijitin nyokap. daaan lu tau apa? dia sambil nyanyi lagu soundtrack 'superhero kocak' 
what the -________________________________________- 

okay, cacat sekali. 

dan setelah itu dia terus berkokok 'you are impotensi' lagi. hingga sekarang.

terus dia baik banget loh! dia bawain gue sepiring nasi goreng. dengan sendok yang supeeeeeeeeer kecil. dia memang perhatian atas bibirku yang mungil ini. 
*&^(*&$%&^*&^%$%^&^$* 

how do you think about my brother? yes, sometime he's suck. but sometime he's very entertaining



huaa okay, cukup. ayo kita belajar. MATH